PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
JAKARTA-- Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin (24/3/2025) sore. Menurut Bloomberg, rupiah turun 0,40 persen atau 66 poin menjadi Rp16.567 per dolar AS.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan penurunan rupiah disebabkan pelaku pasar menilai potensi risiko tarif perdagangan AS mendatang. "Mereka bersikap hati-hati menyusul laporan Wall Street Journal terkait tarif timbal balik Presiden AS Donald Trump," ujarnya.
Laporan itu menyebutkan Trump berencana menerapkan pendekatan lebih selektif terhadap tarif timbal balik mulai 2 April 2025. Alih-alih mengenakan tarif di seluruh industri, Trump diharapkan fokus pada negara dengan ketidakseimbangan perdagangan signifikan dengan AS.
Sementara itu, delegasi AS berupaya mencapai kesepakatan gencatan senjata dalam konflik Rusia-Ukraina. Ini setelah pada Minggu (23/3/2025) kemarin delegasi AS bertemu para pejabat Rusia.
Di Jepang, Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menyatakan tetap berkomitmen menaikkan suku bunga. "Asalkan inflasi inti mendekati target dua persen, meski ada potensi kerugian portofolio obligasi pemerintahnya," ucap Ibrahim seperti dikutip dari RRi.co.id.
Dari dalam negeri, Ibrahim mencermati kondisi dunia usaha yang diwarnai kebangkrutan sejumlah perusahaan. Imbasnya terjadi PHK besar-besaran yang membuat daya beli masyarakat melemah menjelang Lebaran tahun ini.
"Padahal Lebaran merupakan periode musiman yang selalu diharapkan pelaku usaha untuk dapat meningkatkan bisnisnya," ujarnya. Menurut Ibrahim, Lebaran juga menjadi momentum yang diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat.
Perputaran uang selama periode lebaran biasanya cenderung meningkat dibandingkan bulan-bulan biasa. Hal ini seiring kenaikan aktivitas belanja masyarakat, perjalanan wisata, serta konsumsi barang dan jasa.
"Lebaran selalu menjadi salah satu pendorong penting bagi sektor ritel, pariwisata, akomodasi, makanan dan minuman, serta transportasi," ujarnya. Menurut Ibrahim, aktivitas mudik yang melibatkan jutaan masyarakat biasanya memberikan efek berantai terhadap sektor-sektor tersebut.*