PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PERTEMUAN Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, direspons cukup positif oleh berbagai kalangan. Presiden Prabowo dinilai mendapatkan “poin positif” karena berprinsip bahwa “tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, kecuali kepentingan.” Meskipun demikian, rekam jejak digital menunjukkan bahwa Megawati Soekarnoputri kerap “ingkar janji politik” kepada Prabowo, seperti yang terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019.
Dari pertemuan ini, kemungkinan muncul koalisi politik baru bahkan disusul dengan reshuffle kabinet untuk memberikan “jatah politik” kepada PDIP. Apalagi sebelumnya, Presiden dikabarkan kecewa dengan kualitas komunikasi politik dari beberapa pembantunya.
Melalui pertemuan dengan Megawati Soekarnoputri, banyak kalangan meyakini bahwa Prabowo Subianto ingin meraih hasil jangka panjang, yaitu menjadi “pahlawan rekonsiliasi” antara mantan Presiden Megawati dengan SBY maupun Jokowi. Sementara tujuan jangka pendeknya adalah memperkuat pengaruh politik dan memperluas dukungan dari koalisinya, termasuk PDIP, untuk sepenuhnya mendukung program kerja pemerintahannya.
Sementara itu, kekhawatiran terhadap masa depan demokrasi hanya akan disuarakan oleh elemen-elemen kritis seperti BEM, NGO, akademisi, media massa, dan para tokoh “post power syndrome” yang memiliki daya tahan politik terbatas dan pada akhirnya mudah “didekati” atau “dirayu” oleh jajaran pemerintah.
Adapun dampak positif dari pertemuan Prabowo–Megawati antara lain: terbangunnya koalisi politik baru yang permanen, semakin sempitnya peluang bagi oposisi, dukungan total dari koalisi terhadap Presiden dan program-program kerjanya, harmonisasi hubungan antara Presiden dengan para mantan Presiden, kerja sama dalam mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik secara global maupun regional, serta jika pemerintahan ini berhasil, akan membuka peluang besar bagi Prabowo Subianto untuk kembali terpilih pada Pilpres 2029.
Sementara itu, dampak negatif yang paling mendasar dari pertemuan Prabowo–Megawati dikhawatirkan banyak kalangan akan membawa Indonesia menuju potensi menjadi “draconian state” akibat melemahnya kekuatan oposisi.
Namun demikian, ini hanyalah analisis sementara dari penulis. Pembuktian akan terlihat dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ke depan.
Penulis hanya berharap, pertemuan Presiden Prabowo dengan tokoh-tokoh mana pun, baik di tingkat nasional maupun internasional, dapat membawa kebaikan bagi bangsa, negara, dan seluruh anak bangsa.
*) Amril Jambak, penulis peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia