PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
JAKARTA - Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menyoroti aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Ia menegaskan bahwa aturan tersebut termasuk dalam kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. Dengan demikian, Jazilul berpendapat bahwa revisi terhadap UU Pemilu perlu dilakukan untuk menyesuaikan aturan tersebut.
“Pasal ini masuk dalam kategori open legal policy. Oleh karena itu, DPR bersama pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyusun kembali norma-norma yang relevan melalui revisi UU Pemilu,” ujar Jazilul saat dihubungi, Jumat (3/1).
Ia juga mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pasal mengenai presidential threshold inkonstitusional. Jazilul menyebut keputusan tersebut sebagai “kado awal tahun” yang memicu diskusi hangat di berbagai kalangan. Ia menambahkan bahwa PKB akan segera menentukan langkah strategis untuk menyikapi putusan tersebut, sembari memantau dinamika di DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.
“Kami akan memformulasikan langkah lanjutan dan menunggu perkembangan diskusi di lembaga legislatif serta eksekutif terkait revisi UU Pemilu. Tentunya, putusan MK ini akan berdampak pada perubahan signifikan terhadap UU Pemilu,” tambah Jazilul.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Indrajaya, mengusulkan agar persyaratan pendaftaran partai politik diperketat. Ia menilai langkah ini penting untuk membatasi jumlah pasangan calon presiden agar tetap terkendali. Menurut Indrajaya, pembatasan dapat dilakukan melalui revisi UU Pemilu, misalnya dengan menetapkan bahwa hanya partai yang lolos ambang batas parlemen yang berhak mengusung calon presiden.
“Bisa juga dilakukan melalui mekanisme seperti konvensi internal atau antarpartai, serta menetapkan apakah pilpres akan berlangsung dalam satu atau dua putaran, seperti yang diterapkan pada Pilkada DKI Jakarta,” jelas Indrajaya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait penghapusan presidential threshold ini tercantum dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada sidang putusan Kamis (2/1). Gugatan ini diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.
Putusan tersebut membuka peluang bagi setiap partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden, tanpa harus memenuhi syarat ambang batas tertentu. Namun, untuk menghindari membludaknya jumlah pasangan calon, MK merekomendasikan adanya rekayasa konstitusional. Salah satu opsinya adalah mendorong partai politik untuk berkoalisi, dengan catatan bahwa koalisi tersebut tidak menciptakan dominasi tunggal. *