PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
POLITIK itu seperti pertandingan tinju. Kadang pukulan pertama tidak menentukan pemenang, yang lebih penting adalah siapa yang masih berdiri di ronde terakhir. Nah, itulah yang sedang terjadi di Kabupaten Siak, Riau. Pilkada yang sudah selesai ternyata masih menyisakan ronde tambahan: Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Seperti cerita klasik di banyak daerah, kali ini pertarungan mempertemukan petahana, Alfedri-Husni Merza, melawan penantang, Afni Zulkifli-Syamsurizal. Dalam duel sebelumnya, selisih suara hanya 224. Tipis, seperti lapisan kulit risoles! Maka, PSU di tiga TPS ini bisa menjadi ajang pembuktian siapa yang benar-benar punya jurus pamungkas.
Sebagai petahana, Alfedri punya akses ke infrastruktur politik dan birokrasi yang mumpuni. Bukan rahasia lagi kalau di banyak daerah, petahana kerap mendapat ‘keuntungan alami’ dalam mobilisasi pemilih. Bukan berarti pasti curang, tapi namanya sudah duduk di kursi empuk, tentu banyak yang segan atau merasa ‘dekat’ dengan pemimpin yang sudah ada.
Salah satu medan tempur utama PSU ini adalah RSUD Tengku Rafi'an. Nah, ini menarik. Rumah sakit itu seperti benteng dengan ratusan ASN dan tenaga medis di dalamnya. Jangan heran kalau tiba-tiba ada yang mendadak rajin sidak, memberi insentif atau memperbanyak ‘kunjungan kerja’. Bukan kampanye loh ya, hanya sekadar menunjukkan perhatian kepada para tenaga medis. Tapi ya, namanya manusia, perhatian yang tepat waktu bisa membentuk persepsi yang berbeda.
Lalu ada faktor bantuan sosial (Bansos) dan program pemerintah. Di tahun politik, bansos itu ibarat durian runtuh. Bisa meringankan beban, tapi juga bisa jadi alat kampanye terselubung. Apakah ada indikasi itu di Siak? Belum ada bukti konkret, tapi sejarah pilkada di daerah lain menunjukkan bahwa program pemerintah sering kali menjadi senjata halus petahana.
Dan jangan lupakan perangkat desa dan tokoh masyarakat. Mereka ini bisa menjadi ‘juru bicara’ tak resmi yang mengarahkan pemilih di detik-detik terakhir. Kalau ada yang tiba-tiba lebih aktif menyampaikan ‘wejangan’, bisa jadi mereka sedang menjalankan ‘misi’. Tapi sekali lagi, ini hanya dinamika politik biasa, tidak ada yang istimewa (atau malah sangat istimewa?).