PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
BHR Rp 50 Ribu untuk Ojol: Aplikator Menyenangkan Presiden, Tapi Mengorbankan Mitra?
Ketika Presiden Prabowo Subianto mengimbau perusahaan aplikator untuk memberikan Bonus Hari Raya (BHR) layak kepada mitra pengemudi ojek online (ojol), harapan pun muncul. Bahkan, dalam Sidang Kabinet Paripurna, ia menyebut bahwa para pengemudi bisa menerima sekitar Rp 1 juta per orang. Namun, kenyataannya? Ada pengemudi yang hanya menerima Rp 50 ribu.
Alih-alih benar-benar menaikkan kesejahteraan mitra mereka, aplikator tampaknya hanya sekadar memenuhi syarat administrasi agar terlihat patuh di mata pemerintah. Mereka menghindari tanggung jawab penuh dengan berpegang pada celah aturan, terutama dalam surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Strategi "Patuh di Atas Kertas"
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa sekitar 800 pengemudi ojol di berbagai daerah menerima BHR yang tidak sesuai. Dari jumlah itu, 80 persen hanya mendapat Rp 50 ribu—jauh dari angka yang disebutkan Presiden.
Yang lebih mencengangkan, ada seorang pengemudi dengan pendapatan tahunan mencapai Rp 93 juta, tetapi tetap hanya mendapat Rp 50 ribu. Jika mengikuti aturan BHR sebesar 20 persen dari pendapatan bulanan rata-rata, seharusnya jumlah yang diterima lebih besar. Tapi kenyataan berbicara lain.
Aplikator tampaknya hanya ingin menunjukkan kepatuhan kepada pemerintah tanpa benar-benar mengorbankan keuntungan mereka. Dengan memberikan sekadar "uang seremonial," mereka bisa mengatakan bahwa mereka telah menjalankan imbauan Presiden dan mengikuti surat edaran Kemnaker—meskipun dalam praktiknya, pengemudi tetap dirugikan.