PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
JAKARTA - Pernyataan bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Dedi Mulyadi, yang berjanji akan menggaji setiap kepala keluarga (KK) di Jakarta sebesar Rp10 juta per bulan, menuai sorotan publik dan kritik dari pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dedi Mulyadi yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat mengklaim bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta cukup untuk menggaji dua juta kepala keluarga dengan nominal fantastis tersebut. Hal itu ia sampaikan dalam pidatonya di ajang Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) 2025 di Bandung pada Selasa (6/5/2025).
“APBD DKI itu Rp90 triliun. Penduduknya 10 juta jiwa, ada sekitar dua juta kepala keluarga. Kalau saya gubernurnya, saya bagi saja. Dua juta KK dikali Rp10 juta itu hanya Rp20 triliun,” ujar Dedi.
Namun pernyataan tersebut langsung dikoreksi oleh pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, Chico Hakim, menyebut perhitungan Dedi Mulyadi tidak tepat.
"Kang Dedi salah hitung," kata Chico kepada wartawan, Minggu (11/5/2025).
Chico menjelaskan bahwa menggaji dua juta kepala keluarga dengan Rp10 juta per bulan memang akan membutuhkan dana sekitar Rp20 triliun, namun angka itu hanya berlaku untuk satu bulan. Jika dikalkulasikan untuk setahun penuh, maka dana yang dibutuhkan mencapai Rp240 triliun - lebih dari dua kali lipat total APBD DKI saat ini.
"Mungkin terlalu bersemangat jadi salah hitung," ujar Chico sambil menambahkan bahwa pihaknya tetap mengapresiasi semangat kesejahteraan yang menjadi dasar gagasan tersebut.
"Prinsipnya niatnya baik kok, sama seperti Pak Pram (Pramono Anung). Intinya ingin menyejahterakan warga," lanjutnya.
Janji Dedi Mulyadi ini menjadi perbincangan di tengah ketatnya persaingan menuju Pilkada Jakarta 2024. Ia disebut-sebut akan menjadi salah satu penantang kuat dalam kontestasi ibu kota yang penuh dinamika politik dan tantangan sosial ekonomi pascapemindahan status ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
Sementara itu, sejumlah pengamat menilai bahwa gagasan menggaji warga dengan APBD daerah, meskipun menarik secara politik, harus dikaji secara realistis dan konstitusional. Menurut mereka, fungsi APBD tak hanya untuk pemberian tunjangan langsung, tapi juga harus mengakomodasi infrastruktur, layanan publik, pendidikan, dan kesehatan. *