PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
TEL AVIV – Ketika sirene serangan udara meraung di tengah hujan rudal Iran yang mengarah ke Tel Aviv, belasan warga Palestina yang tinggal di kawasan Yehuda Hayamit justru mendapat penolakan saat hendak berlindung di bunker bawah tanah. Padahal sebelumnya, akses ke tempat perlindungan itu masih diberikan.
Penolakan ini dialami oleh warga Palestina beragama Islam dan Kristen, yang mengaku kode akses bunker secara sepihak diubah setelah mereka beberapa kali masuk ke sana untuk menghindari bahaya.
“Kami sempat diizinkan masuk oleh seseorang dari komite gedung,” ujar Nasir Ktelat, seorang pria berusia 63 tahun yang tinggal di lantai empat bangunan tua di seberang tempat perlindungan. “Namun saat kami berada di dalam, terlihat jelas mereka tak senang dengan kehadiran kami.”
Menurut Ktelat, sekitar 12 hingga 15 orang dari bangunan-bangunan tua di sekitar lokasi ikut masuk ke bunker saat sirene peringatan berbunyi. Namun respons warga Israel yang tinggal di gedung baru justru dingin dan menyiratkan penolakan.
“Keesokan harinya kami kembali dan masih diizinkan masuk. Tapi mereka bilang itu yang terakhir,” kata Ktelat.
“Mereka menyampaikan bahwa telah ada keputusan bersama penghuni: kami tak boleh lagi menggunakan tempat itu.”
Diskriminasi di Tengah Ancaman Nyawa
Insiden ini menyoroti kesenjangan perlakuan antara warga Yahudi dan Palestina di Israel, bahkan di kota-kota campuran seperti Tel Aviv, tempat sekitar sepertiga penduduknya adalah warga Palestina.
Meskipun sebagian besar warga Palestina tinggal di bangunan tua yang tak memiliki ruang aman, mereka tetap berharap bisa berbagi perlindungan darurat saat serangan terjadi. Namun kenyataannya, akses ke ruang keselamatan pun menjadi hak istimewa yang tak semua bisa nikmati.
“Gedung kami tua, tak ada ruang perlindungan. Mereka yang tinggal di bangunan baru masih bisa masuk. Tapi kami—karena identitas kami—dihalau,” ujar Ktelat.
Menurut warga setempat, perlakuan ini mencerminkan diskriminasi yang sudah berlangsung lama. Meski sama-sama membayar pajak dan hidup berdampingan, akses terhadap perlindungan dan infrastruktur penting seringkali lebih berpihak pada warga Yahudi. *