PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PEKANBARU – Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengingatkan Bupati Siak, Afni, agar berhati-hati dalam merespons konflik lahan yang berujung kerusuhan di kawasan konsesi PT Seraya Sumber Lestari (SSL), Desa Tumang, Kabupaten Siak.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Riau, Kombes Pol Asep Darmawan, menekankan pentingnya membedakan antara masyarakat yang benar-benar menggantungkan hidup dari lahan tersebut dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi.
“Ada yang memang sekadar mencari nafkah, tapi ada juga yang justru memperkaya diri. Pemerintah daerah harus cermat membedakan ini,” ujar Asep dalam konferensi pers, Senin (23/6/2025), saat merilis para tersangka dalam kasus aksi anarkis di PT SSL.
Penyelidikan aparat menemukan bahwa sejumlah orang berpengaruh, yang disebut Asep sebagai cukong, telah menguasai lahan di dalam kawasan hutan produksi secara ilegal. Padahal, lahan tersebut secara resmi merupakan wilayah konsesi HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dikelola PT SSL berdasarkan izin Kementerian Kehutanan.
“Kami temukan ada individu yang memiliki hingga 400 hektare kebun sawit di wilayah tersebut. Ada bos berinisial A dengan lebih dari 300 hektare, dan YC dengan 184 hektare. Ini bukan skala masyarakat kecil yang hanya ingin bertahan hidup,” kata Asep.
Ia menegaskan bahwa Polda Riau akan menindak tegas pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dari konflik lahan dan diduga menjadi pemicu aksi kekerasan.
“Semuanya sudah kami profiling. Kami akan tindak. Jangan sampai masyarakat kecil dikorbankan karena kepentingan segelintir orang,” tegasnya.
Asep juga menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Siak melakukan verifikasi menyeluruh terhadap klaim kepemilikan lahan oleh masyarakat. Jika ada warga lokal yang benar-benar bergantung hidup dari lahan tersebut, maka hal itu masih bisa diperjuangkan melalui skema legal seperti perhutanan sosial.
“Silakan diperjuangkan, Bu Bupati. Tapi pastikan dulu data dan klaimnya benar. Jangan sampai yang dibela justru para cukong. Untuk skema perhutanan sosial, bisa dibicarakan dengan perusahaan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Asep turut menyoroti klaim sepihak atas 9.000 hektare dari total 19.450 hektare kawasan, yang menurutnya masih perlu ditelusuri lebih dalam.
“Apakah benar 9.000 hektare itu milik masyarakat Tumang yang membutuhkan lahan untuk makan? Atau sudah dikuasai oleh kelompok tertentu? Jangan sampai langkah pemerintah keliru dan justru menyakiti warganya sendiri,” imbuhnya.
Saat ini, Polda Riau masih mendalami proses penyidikan terkait pembakaran dan perusakan fasilitas milik PT SSL. Sebanyak 13 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk di antaranya oknum kepala desa dan kepala dusun.
Polisi juga mencurigai adanya pihak luar yang turut menggerakkan massa hingga terjadi tindakan anarkis.
Sebelumnya, pada Rabu (11/6), sekelompok massa membakar pos satpam dan lima unit rumah karyawan PT SSL. Massa juga menjarah barang-barang milik pekerja, memicu trauma dan kerugian besar. Insiden tersebut diduga dipicu konflik perebutan lahan antara perusahaan dan kelompok warga. *