PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PADANG - Menyusul insiden pembubaran ibadah jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat angkat suara. Ketua Umum MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, meminta aparat penegak hukum untuk tidak gegabah dalam menarik kesimpulan dan menindak hanya berdasarkan reaksi massa.
Dalam pernyataan tertulisnya, Buya Gusrizal menekankan bahwa peristiwa pengrusakan rumah doa yang terjadi pada Minggu (27/7/2025) sore itu tidak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih luas. Ia menegaskan, reaksi masyarakat tidak muncul secara tiba-tiba dan perlu ditelusuri pemicunya secara adil dan menyeluruh.
"Saya sudah menyampaikan kepada Wakil Gubernur, Wali Kota Padang, dan Ketua FKUB agar aparat tidak hanya melihat dari sisi reaksi umat. Pemicu kejadian ini harus diusut secara tuntas, ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi MUI Sumbar.
Buya juga mengingatkan bahwa umat Islam tidak boleh dijadikan kambing hitam atas insiden tersebut. Ia menilai, banyak komentar yang datang dari luar daerah tanpa memahami latar belakang peristiwa secara utuh, hanya berdasarkan potongan informasi di media sosial.
"Kami tersinggung dengan pernyataan tokoh-tokoh luar daerah yang hanya mengandalkan informasi sepihak. Kalau ini terus berlanjut, kami akan bersikap lebih tegas," katanya.
Menurut MUI Sumbar, penting dilakukan investigasi mendalam terhadap penyelenggara kegiatan doa, termasuk soal legalitas tempat ibadah yang digunakan, asal jemaat yang hadir, dan apakah kegiatan tersebut telah dikomunikasikan secara resmi kepada pihak berwenang.
"Kalau hanya masyarakat yang diamankan, sementara penyelenggara tidak diperiksa, kami tidak menerima pendekatan hukum semacam itu," tegas Buya.
Peristiwa itu sendiri terekam dalam sejumlah video yang viral di media sosial, memperlihatkan sekelompok warga membubarkan kegiatan ibadah yang diduga dilakukan tanpa koordinasi. Suasana mencekam terjadi ketika massa mendatangi rumah yang dipakai sebagai tempat ibadah dan pendidikan agama. Dua anak dilaporkan mengalami luka akibat insiden tersebut.
Wali Kota Padang, Fadly Amran, bergerak cepat memediasi kedua pihak. Dalam pertemuan malam harinya, ia menegaskan bahwa kejadian itu bukan konflik SARA, melainkan kesalahpahaman yang kini telah diselesaikan secara damai. Meski demikian, proses hukum tetap berjalan.
Pihak kepolisian telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan rekaman video di lokasi kejadian. Wakapolda Sumbar, Brigjen Pol Solihin, memastikan bahwa penegakan hukum akan dilakukan secara objektif tanpa pandang bulu.
Sebagai bentuk kepedulian, aparat juga ikut membantu membersihkan dan memperbaiki rumah ibadah yang sempat rusak akibat insiden tersebut. *