PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
SIAK – Sebuah dokumen berupa Surat Keterangan (SK) yang ditandatangani Kepala Desa (Kades) Merempan Hulu, Kabupaten Siak, beredar luas. Surat tersebut diduga terkait praktik jual beli lahan di areal konsesi PT Seraya Sumber Lestari (SSL). Bahkan, lahan yang dimaksud disebut pernah ditawarkan melalui platform marketplace di media sosial.
Dalam SK yang diterima wartawan, Senin (25/8), dokumen itu ditandatangani oleh Kades Merempan Hulu, Sumarlan, pada 27 Desember 2011.
Fakta soal adanya praktik jual beli lahan di wilayah konsesi PT SSL ini sebelumnya juga terungkap dalam pertemuan antara Pemkab Siak, PT SSL, dan masyarakat Desa Tumang pada Senin (21/7) lalu. Dalam forum tersebut, Kades Sumarlan membenarkan bahwa pernah terjadi transaksi tanah, meski ia menyebut hal itu dilakukan oleh warga.
Menurut Sumarlan, sekitar tahun 2004 ada seseorang bernama Delta yang datang ke wilayah desanya dan berkomunikasi dengan warga terkait pemanfaatan kayu di kawasan tersebut. “Dengan dasar itu, masyarakat merasa tidak lagi ada masalah dengan perusahaan. Bahkan ada yang melakukan jual beli lahan antarsesama warga,” ujarnya.
Ia menambahkan, tidak ada sosialisasi kepada warga bahwa kawasan itu termasuk dalam hutan produksi dan masuk areal konsesi PT SSL. Karena adanya Surat Keterangan Tanah (SKT), masyarakat menganggap status lahan sudah legal.
Pernyataan Sumarlan tersebut sempat dipotong oleh Bupati Siak, Afni Zulkifli, yang turut hadir dalam pertemuan. “Sudah, jangan terlalu banyak bicara, ada pihak kepolisian,” ujar Afni kala itu, sembari mengingatkan agar diskusi tetap fokus.
Meski demikian, Sumarlan tetap menegaskan bahwa hingga kini masyarakat belum mengetahui secara jelas batasan kawasan hutan di sekitar desanya. Pernyataan ini kemudian dibantah oleh pihak PT SSL. Manajer perusahaan, Egyanti, menyebut sosialisasi mengenai kawasan hutan produksi sudah pernah dilakukan kepada pemerintah desa.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Afni mengakui adanya kelemahan koordinasi di lapangan. “Memang setelah dikoreksi, ini menjadi catatan bagi Pemkab Siak. SKT memang bisa dikeluarkan, tetapi tidak serta-merta melegalkan status lahan yang masuk kawasan hutan produksi,” jelasnya.
Ia menegaskan pentingnya informasi yang jelas agar masyarakat tidak salah langkah. “Kalau sejak awal informasi tersampaikan dengan baik, mungkin persoalan ini tidak akan terjadi,” pungkas Afni. *