|
PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
| POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR | ||||
JAKARTA – Mantan asisten pelatih Timnas Indonesia, Alex Pastoor, akhirnya angkat bicara usai dirinya dan Patrick Kluivert didepak dari kursi kepelatihan Garuda. Kepada media Belanda, Pastoor mengungkap alasan di balik kegagalan Timnas Indonesia menembus Piala Dunia 2026.
Pemutusan kontrak itu dilakukan PSSI hanya sembilan bulan setelah Kluivert dan timnya resmi menukangi skuad Merah Putih. Meski singkat, masa kerja mereka meninggalkan banyak catatan, terutama soal target besar yang disebut-sebut terlalu tinggi.
“Ya, memang tidak berhasil. Itu segera menjadi jelas,” ujar Pastoor, dikutip dari OneFootball.
“Baik di lapangan maupun dalam pendampingan, kami sudah berusaha sebaik mungkin menjelaskan kepada para pemain apa yang diharapkan dari mereka.”
Pelatih asal Belanda itu menegaskan, dirinya dan staf kepelatihan sudah bekerja maksimal—mulai dari latihan, pembinaan pemain, hingga strategi di lapangan. Namun, ia mengakui hasilnya jauh dari harapan.
“Menurut saya, kami sudah melakukan segalanya secara maksimal. Tapi itu belum cukup untuk mengalahkan negara-negara dengan level seperti itu,” tambahnya.
Pastoor kemudian berbicara lebih realistis soal ambisi besar Indonesia. Ia menilai, dengan posisi peringkat ke-119 FIFA, peluang untuk menembus Piala Dunia masih sangat kecil.
“Sebagai tim yang berada di peringkat ke-119, lolos ke Piala Dunia bukanlah sesuatu yang realistis,” ujarnya tanpa tedeng aling-aling.
Menurutnya, para pemain Indonesia memiliki potensi besar, namun masih butuh waktu dan proses panjang untuk bisa bersaing di level dunia. Tantangan di babak kualifikasi, kata Pastoor, sangat berat, baik dari sisi kualitas lawan maupun kedalaman skuad.
“Kami sudah melakukan semua yang bisa kami lakukan — pelatihan, persiapan, strategi — tapi hukumannya tetap keras saat menghadapi negara-negara seperti ini,” ungkapnya lagi.
Pastoor juga menegaskan bahwa seluruh staf pelatih berusaha memastikan para pemain memahami ekspektasi pelatih dan federasi. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain.
“Kami mencoba memastikan para pemain mengerti apa yang diharapkan dari mereka. Namun kenyataannya, itu belum cukup untuk mengalahkan lawan-lawan yang levelnya jauh di atas,” tutup Pastoor.
Meski demikian, banyak pihak menilai kejujuran Pastoor menjadi cermin bahwa reformasi sepak bola Indonesia masih panjang. Ambisi besar sah-sah saja, tapi diperlukan fondasi kuat agar mimpi Piala Dunia tak hanya jadi jargon sementara. *