PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
SIAK – Lebih dari dua ribu warga dari berbagai kecamatan di Kabupaten Siak turun ke Taman Motuyoko, Kota Perawang, Sabtu (12/4/2025), dalam aksi damai yang tak biasa. Dengan membubuhkan cap jempol dari darah mereka sendiri, warga menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemungutan suara ulang (PSU) kedua dalam Pilkada Siak.
Dalam aksi yang berlangsung tertib itu, massa juga menandatangani petisi dan menyerahkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mendesak agar gugatan yang dilayangkan Calon Wakil Bupati Sugianto ditolak karena dinilai tidak sesuai prosedur hukum.
“Pilkada sudah selesai, dimenangkan oleh Afni. PSU pertama juga telah memperkuat kemenangan itu. Tapi sekarang muncul lagi gugatan baru dari Sugianto, tanpa persetujuan pasangannya, Irving Kahar. Ini jelas melanggar aturan,” ujar Armen Salim, juru bicara aksi.
Menurut Armen, gugatan yang diajukan Sugianto ke MK pada 26 Maret 2025 tidak hanya tidak sah, tapi juga memicu keresahan di tengah masyarakat. Dampaknya, pelantikan Bupati Terpilih Afni yang semestinya sudah dijadwalkan pun tertunda.
“Kami meminta MK untuk menolak gugatan ini. Jangan biarkan ambisi pribadi mengorbankan aspirasi rakyat dan menghambat jalannya pemerintahan,” tambah Armen dalam orasinya.
Aksi damai tersebut diwarnai simbol perlawanan dengan cap jempol darah di atas spanduk besar bertuliskan penolakan PSU dan dukungan terhadap Afni. Berbagai poster turut dibentangkan, di antaranya bertuliskan “Tolak PSU Kedua” dan “Hormati Suara Rakyat”.
Armen juga mengungkap adanya kejanggalan dalam proses gugatan. Ia menyebut bahwa Calon Bupati Irving Kahar secara terbuka telah menyatakan tidak pernah menggugat dan tidak memberikan kuasa kepada pasangannya untuk melakukannya.
“Kalau pasangannya sendiri menolak, maka gugatan itu cacat hukum. Ini mencederai semangat demokrasi,” tegasnya lagi.
Masyarakat menilai tidak ada alasan kuat untuk menggelar PSU kedua. Pilkada Siak pada 27 November 2024 serta PSU pertama pada 22 Maret 2025 dinilai telah berjalan secara jujur dan adil. Bahkan, Calon Petahana Alfedri yang kalah, disebut telah menerima hasil pemilihan dengan lapang dada.
Aksi serupa sebelumnya juga telah dilakukan warga di sejumlah kecamatan lain seperti Siak dan Mempura. Ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap upaya menggugat hasil pilkada bukan sekadar gerakan sesaat, melainkan sikap bersama masyarakat yang ingin menjaga demokrasi.
“Kami akan terus menyuarakan keadilan ini secara damai sampai MK benar-benar mendengarkan suara rakyat Siak. Ini bukan hanya soal hasil pilkada, tapi juga tentang harga diri pemilih,” kata Nuraini, warga Kecamatan Tualang yang ikut dalam aksi. *