POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR
Home Opini

Fatah dan Hamas: Dua Jalan Perjuangan Palestina yang Kini Terasa Sepi

Senin, 14 April 2025 | 19:53:04 WIB
Editor : Adlis Pitrajaya | Penulis :
Fatah dan Hamas: Dua Jalan Perjuangan Palestina yang Kini Terasa Sepi

PERJUANGAN panjang bangsa Palestina melawan pendudukan Israel terus menjadi cerita luka yang belum berakhir. Di antara reruntuhan, embargo, dan kekejaman yang tiada henti, dua organisasi besar selama ini menjadi simbol perlawanan: Fatah dan Hamas. Keduanya lahir dari semangat yang sama: merebut kembali tanah air yang dirampas. Namun, jalan yang mereka tempuh berbeda. Dan di balik perbedaan itu, tergambar pula pergeseran wajah kepemimpinan Palestina dari masa ke masa.

"Di tengah agresi Israel yang kian brutal, dua faksi utama Palestina—Fatah dan Hamas—tampak makin kehilangan relevansi dan arah perjuangan. Tidak ada lagi figur sebesar Arafat. Yang tersisa hanya kekosongan strategi dan kepemimpinan."

Fatah: Diplomasi dan Daya Tawar Global
Nama Fatah tak bisa dilepaskan dari sosok Yasser Arafat. Pemimpin kharismatik yang berhasil menjadikan perjuangan Palestina sebagai perhatian dunia. Di bawah Arafat, Fatah dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) bukan hanya mengandalkan senjata, tapi juga piawai memainkan diplomasi. Dunia menyaksikan bagaimana Arafat tampil di panggung PBB, berbicara tentang kemerdekaan bangsanya dengan kalimat yang menggugah. Ia bukan hanya pejuang, tapi juga orator, negarawan, dan simbol harapan.

Baca :

  • Tidak ada artikel terkait ditemukan.

Di masa itu, Israel justru lebih mewaspadai Fatah. Bukan karena kekuatan senjatanya, tapi karena kekuatan pengaruhnya. Arafat membuat Palestina hadir dalam percakapan dunia. Bahkan ketika akhirnya menyetujui Kesepakatan Oslo dan mendirikan Otoritas Palestina, Arafat tetap menjaga posisi Fatah sebagai kekuatan politik yang ditakuti sekaligus dihormati.

Namun segalanya berubah pasca wafatnya Arafat. Kepemimpinan Mahmoud Abbas tak mampu mengisi kekosongan kharisma itu. Otoritas Palestina saat ini terlihat lebih seperti administrasi tanpa daya—bergerak dalam ruang yang sempit, tanpa taring, dan terlalu kompromistis di mata banyak rakyat Palestina. Diplomasi tanpa kekuatan akhirnya hanya menjadi upaya mempertahankan status quo, bukan mendorong perubahan.


Pilihan Editor
Berita Lainnya
politik
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua Pihak
Rabu, 15 Oktober 2025 | 23:50:18 WIB
Pasar
Wajah
Dipercaya Gubri Jabat Kadis PMD Riau, Ini Harapan Mhd Firdaus
Dipercaya Gubri Jabat Kadis PMD Riau, Ini Harapan Mhd...
Jumat, 19 September 2025 | 23:14:21 WIB
Artikel Popular
politikus
Jazuli: Nilai Undang Undang Pemilu Perlu Revisi
Jazuli: Nilai Undang Undang Pemilu Perlu...
Jumat, 3 Januari 2025 | 16:30:00 WIB
Politik
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua Pihak
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua...
Rabu, 15 Oktober 2025 | 23:50:18 WIB
Riau dan Gagalnya Mimpi Wisata
Riau dan Gagalnya Mimpi Wisata
Senin, 5 Mei 2025 | 11:59:34 WIB
Tradisi Unik yang Penuh Makna dan Keseruan
Tradisi Unik yang Penuh Makna dan Keseruan
Minggu, 16 Maret 2025 | 10:04:32 WIB
Bali Destinasi Wisata Nomor Satu di Asia-Pasifik
Bali Destinasi Wisata Nomor Satu di Asia-Pasifik
Kamis, 13 Maret 2025 | 11:56:04 WIB