PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengingatkan Polri untuk memenuhi petunjuk yang telah diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus pemagaran laut di Desa Kohod, Tangerang, Banten. Kasus yang mencuat ini, selain menyangkut masalah pemalsuan dokumen, juga mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi yang lebih serius.
Direktur A pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Nanang Ibrahim Soleh, menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya sekadar soal pemalsuan dokumen yang diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP. Kasus ini juga mengandung unsur-unsur pidana yang lebih berat, yakni suap, penyalahgunaan kewenangan, dan potensi kerugian negara.
“Petunjuk dari kita adalah bahwa perkara ini harus diproses sebagai tindak pidana korupsi. Ada suapnya, ada pemalsuannya, ada penyalahgunaan kewenangan, dan ada potensi kerugian negara,” ujar Nanang di Kejagung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Namun, pada pengembalian berkas pertama yang terjadi pada Maret 2025, penyidik Polri diduga mengabaikan petunjuk tersebut. Kejagung akhirnya mengembalikan berkas perkara untuk kedua kalinya karena berkas yang diserahkan masih tidak sesuai dengan arahan JPU.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pada pengembalian berkas pertama, JPU sudah menambahkan catatan penting agar penyidik memasukkan pasal-pasal dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Namun, catatan tersebut tidak diindahkan.