PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
WASHINGTON – Mantan pejabat tinggi militer Israel mengungkapkan bahwa eks Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kemungkinan akan menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang di Gaza dan membuka jalan bagi pengakuan atas negara Palestina. Spekulasi ini muncul menjelang lawatan Trump ke Timur Tengah yang dijadwalkan berlangsung antara 13 hingga 16 Mei.
Isu ini mencuat setelah Trump menyatakan akan segera mengumumkan “berita paling penting dan berpengaruh sepanjang masa” terkait kawasan tersebut. Walau tidak secara gamblang menyebut Palestina, banyak pihak meyakini pengumuman tersebut berkaitan dengan upaya rekonsiliasi di Timur Tengah, termasuk kemungkinan pengakuan resmi terhadap kedaulatan Palestina oleh Amerika Serikat.
Dalam laporan media Palestina Al-Quds, disebutkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, berharap Trump menyetujui syarat pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi hubungan Saudi-Israel. Pertemuan penting yang dirancang di Riyadh bahkan disebut akan melibatkan sejumlah pemimpin dunia Arab, termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Presiden Lebanon Joseph Aoun.
Mantan Kepala Divisi Operasi Militer Israel, Mayor Jenderal (Purn) Israel Ziv, menilai bahwa posisi Israel di mata Amerika telah berubah. “Israel sedang bertransformasi dari aset menjadi beban bagi AS,” kata Ziv dalam pernyataannya. Ia menilai bahwa Netanyahu telah menyeret Israel ke dalam konflik berkepanjangan demi menyelamatkan kepentingan politik pribadinya. Menurut Ziv, tekanan dari Trump agar mengakui Palestina bisa menjadi titik balik diplomasi kawasan.
Sementara itu, laporan NBC News menyebut hubungan antara Trump dan Netanyahu tengah dilanda ketegangan. Dalam beberapa pekan terakhir, Trump disebut telah membuat pernyataan yang mengecewakan Netanyahu, termasuk soal pendekatan terhadap Iran dan rencana pembicaraan langsung dengan Teheran.
Netanyahu juga dilaporkan frustrasi dengan sikap AS yang enggan memberikan dukungan penuh terhadap serangan militer ke fasilitas nuklir Iran. Ketegangan ini semakin terasa setelah Menteri Luar Negeri Israel Ron Dermer menyampaikan keberatan langsung kepada utusan AS untuk Timur Tengah dalam pertemuan di Gedung Putih.
Meski begitu, Trump tampaknya tetap membuka ruang untuk diplomasi yang lebih luas. Sumber dari Al-Quds menyebut bahwa mantan presiden AS itu telah menyetujui usulan Mohammed bin Salman agar sejumlah pemimpin Arab diundang dalam pertemuan penting yang akan digelar selama kunjungan Trump ke Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab.
Trump juga diperkirakan akan menunda proses normalisasi antara Saudi dan Israel sebagai bagian dari skema besar penyelesaian konflik, termasuk menempatkan isu Palestina sebagai syarat utama kemajuan. Sikap ini bertolak belakang dengan pernyataan Trump sebelumnya yang menyebut Saudi tak lagi mensyaratkan negara Palestina dalam proses normalisasi.
Di sisi lain, utusan khusus AS untuk Israel, Mike Huckabee, membantah rumor bahwa Trump akan mengumumkan pengakuan atas negara Palestina. Ia menyebut isu tersebut sebagai “omong kosong”. Meski demikian, dinamika kawasan menunjukkan sinyal bahwa kesepakatan damai baru bisa saja sedang dirumuskan secara diam-diam.
Hubungan Israel dan Saudi sempat menunjukkan kemajuan signifikan sebelum pecahnya perang Gaza pasca serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023. Bahkan dua menteri Israel telah melakukan kunjungan resmi ke Riyadh sebelum gelombang konflik menghambat proses normalisasi.
Sebelumnya, Trump pernah mengusulkan rencana perdamaian yang menawarkan negara Palestina di wilayah terpisah seperti Tepi Barat, Gaza, dan Gurun Negev. Namun usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Otoritas Palestina dan kubu koalisi sayap kanan Netanyahu.
Menanggapi spekulasi soal renggangnya hubungan dengan Trump, Netanyahu menepisnya. Ia menyatakan bahwa komunikasi dengan Trump masih terjalin dan bahwa isu soal keretakan hubungan hanya bernuansa politik. Namun ia juga menegaskan bahwa Israel tidak meminta izin siapa pun, termasuk AS, dalam mengambil keputusan strategis militernya. *