|
PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
| POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR | ||||
Editor : Red | Penulis : Pitrajaya
ADA satu hal yang tak bisa ditawar dari sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD): ia harus menjadi alat pertumbuhan ekonomi, bukan sumber kebocoran keuangan. Sayangnya, prinsip ini justru seperti diabaikan dalam kasus PT Bumi Siak Pusako (BSP), perusahaan kebanggaan Kabupaten Siak yang mengalami kerugian sebesar 14 juta dolar AS, atau sekitar 228.200.000.000 dengan kurs Rp16.300, hanya dalam satu tahun buku 2024.
Angka itu bukan sekadar hitungan akuntansi. Itu adalah bentuk nyata dari hilangnya potensi pendapatan daerah, uang yang seharusnya bisa dialokasikan untuk memperbaiki sekolah, membangun jalan, atau meningkatkan layanan kesehatan. Dan ironisnya, kerugian itu disebabkan oleh sesuatu yang sebenarnya sangat bisa diantisipasi: pembekuan minyak (congeal) dalam pipa tua yang telah berumur hampir setengah abad.
Masalah pipa tua ini bukan kejutan. Dalam dunia industri minyak dan gas, infrastruktur tua adalah ancaman laten yang seharusnya menjadi prioritas penanganan. Korosi, penurunan kapasitas, dan risiko kebocoran adalah konsekuensi alami dari usia teknis yang telah lewat batas. Namun di tubuh BSP, peringatan itu seolah didiamkan bertahun-tahun, hingga tiba waktunya publik harus menanggung akibatnya.
Polemik Bandara IMIP: Ketika Pernyataan Pejabat Negara Tak Lagi Sejalan
Etanol dalam BBM: Harapan Baru, Tantangan Lama
Ketika jalur pipa tak lagi bisa diandalkan, perusahaan terpaksa menggunakan moda pengangkutan minyak dengan truk dan tongkang. Biaya produksi melonjak, efisiensi runtuh, dan rugi pun membengkak. Ini adalah bentuk nyata dari manajemen risiko yang lemah dan kurangnya perencanaan jangka panjang yang memadai.
Yang lebih menggelitik, meskipun perusahaan mengalami kerugian, BSP tetap membagikan dividen sebesar Rp21 miliar kepada pemegang saham, termasuk Pemerintah Kabupaten Siak. Secara teknis, pembagian itu sah karena diambil dari saldo laba ditahan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Namun secara moral, ini menjadi pertanyaan besar: apakah layak sebuah perusahaan yang sedang mengalami kerugian besar tetap merayakan pembagian keuntungan?
Ini seperti keluarga yang rumahnya sedang kebakaran, tetapi masih bersikeras mengadakan pesta ulang tahun demi menjaga citra. Padahal yang paling dibutuhkan justru introspeksi, pembenahan, dan ketegasan dalam mengambil langkah strategis ke depan.
Pekanbaru dan Parkir; Ketika Kantong Rakyat Jadi Lumbung Para Bandit
Pipa Minyak Rokan Salurkan 147 Ribu Barel Minyak per Hari
Beruntung, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT BSP pada akhir Juni lalu, Bupati Siak Dr. Afni Zaini—yang juga pemegang saham mayoritas—mengambil sikap tegas: meminta evaluasi menyeluruh terhadap struktur organisasi dan sumber daya manusia perusahaan. Ini bukan tuntutan biasa. Ini adalah alarm yang menandai bahwa waktu untuk “berbenah pelan-pelan” sudah lewat. Yang dibutuhkan kini adalah reformasi total, bukan tambal sulam.
Peringatan ini juga menunjukkan bahwa problem di tubuh BSP bukan semata teknis—tapi juga struktural. Manajemen yang lamban merespons, pengambilan keputusan yang tidak adaptif, serta minimnya investasi untuk pembaruan infrastruktur menjadi akar dari semua ini. Lebih buruk lagi, kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, hingga perusahaan masuk ke wilayah force majeure bukan karena bencana, tetapi karena kelalaian sendiri.
BUMD seperti BSP semestinya menjadi lokomotif pertumbuhan daerah. Ia harus gesit, modern, dan mengedepankan prinsip tata kelola yang baik — bukan terjebak dalam pola lama yang birokratis dan lamban. Dalam konteks ketahanan energi nasional, keberadaan BSP sangat strategis. Tapi tanpa reformasi manajemen, potensi strategis itu hanya akan menjadi slogan kosong.
Ketika Ada Masalah, Mari Cari Solusi
Jangan Merasa Bersalah Ketika Pasangan Berselingkuh, Lakukan Ini
Kini BSP berjanji untuk membangun jalur pipa baru menuju Kawasan Industri Tanjung Buton dalam 17 bulan ke depan. Ada juga rencana efisiensi operasional dan penggantian fasilitas produksi. Semua itu terdengar menjanjikan. Tapi publik dan pemegang saham tak bisa lagi hanya diberi janji. Yang dibutuhkan adalah disiplin eksekusi dan transparansi penuh dalam pelaksanaan.
Evaluasi yang diminta Bupati Siak harus menjadi pintu masuk untuk membongkar seluruh persoalan mendasar di tubuh perusahaan. Tak hanya soal teknis dan SDM, tetapi juga soal budaya kerja, pola pikir manajerial, dan integritas tata kelola. Karena jika tidak, kejadian serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang - mungkin dalam bentuk dan skala yang lebih besar.
Pada akhirnya, BSP adalah milik rakyat Siak. Dan ketika yang terjadi adalah kerugian besar karena keteledoran, publik berhak tahu dan menuntut pertanggungjawaban. Sebab setiap barrel minyak yang gagal dilifting karena pipa tua yang dibiarkan rusak, adalah pendapatan daerah yang ikut menguap di udara. *