PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PEKANBARU - Pemerintah kian gencar mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah mencampurkan etanol ke dalam bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini diharapkan bisa menekan impor minyak fosil sekaligus memperluas penggunaan energi ramah lingkungan. Langkah ini bukan tanpa preseden. Brasil telah lama menggunakan etanol dari tebu, sementara Amerika Serikat mengandalkan jagung. Kini, Indonesia mencoba berjalan di jalur yang sama.
Secara teknis, etanol adalah alkohol hasil fermentasi tanaman. Di dunia energi, ia kerap dicampurkan dengan bensin dalam kadar tertentu, misalnya 10 persen (E10) atau 20 persen (E20). Dari sisi lingkungan, etanol menjanjikan pembakaran yang lebih bersih. Emisi berbahaya seperti karbon monoksida dan hidrokarbon dapat ditekan, sementara angka oktan yang lebih tinggi membuat mesin bekerja dengan pembakaran yang lebih sempurna.
Selain aspek lingkungan, etanol juga menawarkan nilai tambah ekonomi. Ketergantungan pada minyak bumi bisa berkurang, sementara petani tebu dan singkong memperoleh pasar baru. Desa-desa penghasil bahan baku diharapkan ikut terdongkrak kesejahteraannya. Tidak sedikit pihak yang melihat ini sebagai momentum untuk menciptakan kemandirian energi sekaligus keseimbangan pembangunan antara kota dan desa.
Namun di balik semua itu, ada sisi lain yang jarang dibicarakan secara terbuka. Etanol ternyata membawa konsekuensi teknis yang cukup serius, terutama pada kendaraan lama. Dengan sifatnya yang higroskopis, etanol mudah menyerap air dari udara. Akibatnya, tangki dan saluran bahan bakar rentan berkarat lebih cepat. Komponen logam yang sebelumnya awet bisa lebih cepat mengalami korosi.
Bukan hanya logam, bagian non-logam seperti karet juga menjadi korban. Seal, gasket, hingga selang bahan bakar karet dapat mengeras, retak, atau mengembang setelah terpapar etanol dalam waktu lama. Di bengkel-bengkel, mekanik mulai menerima keluhan semacam ini, terutama dari pemilik kendaraan lawas. “Bensin terasa lebih cepat habis, tapi yang lebih mengkhawatirkan justru kerusakan pada seal karet dan tangki,” ujar seorang mekanik di bilangan Jakarta Timur.