PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
TEPUK TANGAN riuh menggema di ballroom Hotel Alpha, Pekanbaru, awal Agustus 2025 lalu. Dalam Musyawarah Provinsi Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) Riau, nama Rudianto Manurung kembali disebut bulat – tanpa perdebatan, tanpa voting. Ia terpilih secara aklamasi untuk memimpin PSTI Riau empat tahun lagi, periode 2025–2029.
Rudianto berdiri tenang di podium. Jasnya sederhana, kancing atas dibiarkan terbuka. “Empat tahun kemarin belum menghasilkan apa-apa,” katanya lirih, disambut hening ruangan. Kalimat itu bukan basa-basi. Bagi Rudianto, kepemimpinan bukan ajang klaim, melainkan panggilan pengabdian.
Sosok ini memang jauh dari citra pejabat olahraga yang sibuk konferensi pers. Ia lebih sering terlihat di lapangan, berbicara dengan pelatih, memeriksa bola rotan, atau duduk di bangku penonton memantau anak-anak muda yang berlatih di bawah terik matahari.
“Kalau mengurus sepak takraw Riau menjadikan saya miskin, tak apa-apa,” ucapnya suatu kali kepada pengurus. Kalimat itu terdengar ekstrem, tapi bukan kiasan. Ia sering memakai uang pribadi untuk transportasi atlet, membayar penginapan, bahkan membelikan perlengkapan latihan.
Membangun dari Akar