|
PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
| POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR | ||||
Editor : Rea
PEKANBARU - Nama PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali menjadi perhatian publik setelah pemerintah menyegel salah satu wilayah konsesinya dalam rangkaian penegakan hukum terkait dugaan kerusakan lingkungan di Sumatra. Perusahaan ini bukan entitas baru dalam industri kehutanan dan pulp nasional—rekam jejaknya panjang dan kerap berada dalam pusaran perdebatan, terutama terkait dampaknya terhadap ekosistem Danau Toba dan kawasan hutan di sekitarnya.
TPL memulai sejarahnya pada 1983 dengan nama PT Inti Indorayon Utama (IIU) dan mulai beroperasi secara penuh pada akhir 1980-an. Sejak awal, kegiatan perusahaan memicu penolakan karena lokasinya berada di kawasan ekologis sensitif dan berdekatan dengan pemukiman. Protes masyarakat, gugatan hukum, serta tuduhan pencemaran lingkungan menjadi rangkaian panjang konflik. Pada 1999, pemerintah akhirnya menghentikan operasi perusahaan.
Setelah proses evaluasi dan restrukturisasi, perusahaan kembali beroperasi pada awal 2000-an dengan identitas baru: PT Toba Pulp Lestari.
Pemerintah Segel PT Toba Pulp Lestari dan Tiga Pihak Lain Terkait Banjir Sumatra
SKK Migas Sumbagut dan PT BSP Salurkan Ratusan Paket Bantuan untuk Korban Banjir di Sumbar
Perubahan tidak hanya terjadi pada operasional, tetapi juga struktur kepemilikan. Pada fase awal, perusahaan dikaitkan dengan kelompok usaha yang dibangun oleh pengusaha Sukanto Tanoto. Namun dalam perjalanannya, kepemilikan mayoritas beralih ke entitas investasi luar negeri. Per 2025, saham TPL dikendalikan oleh Allied Hill Limited melalui rantai perusahaan induk yang terkait dengan pengusaha Joseph Oetomo. Sebagian kecil saham lainnya dimiliki publik melalui bursa.
Meski telah berganti nama dan manajemen, keberadaan TPL tetap memicu sorotan. Organisasi lingkungan, kelompok masyarakat adat, hingga kalangan peneliti berulang kali menyoroti dampak deforestasi, perubahan bentang alam, serta konflik klaim lahan dalam wilayah konsesi perusahaan. Salah satu titik sensitif berada di sekitar Daerah Aliran Sungai Batang Toru, habitat penting satwa dilindungi termasuk orangutan Tapanuli.
Dalam berbagai pernyataan, manajemen TPL menanggapi kritik tersebut dengan tegas. Perusahaan menyatakan seluruh aktivitas dilakukan berdasarkan izin pemerintah, menggunakan pola pengelolaan hutan tanaman industri (HTI), serta menerapkan prinsip High Conservation Value (HCV) pada area bernilai konservasi tinggi. TPL juga menegaskan bahwa bahan baku produksi berasal dari eukaliptus yang ditanam secara legal dan sesuai standar industri.
Luhut Bantah Narasi Menteri Pertahanan Soal Bandara IMIP 'Negara dalam Negara'
Luhut Klarifikasi Bandara IMIP: Fasilitas Investor, Bukan Bandara Internasional
Namun bencana banjir bandang dan longsor di sejumlah wilayah Sumatra dalam beberapa bulan terakhir kembali memunculkan diskursus lama: apakah aktivitas industri kehutanan memiliki kaitan dengan meningkatnya risiko bencana ekologis?
Seiring langkah penyegelan yang telah dilakukan pemerintah dan investigasi yang sedang berjalan, masa depan operasional TPL kembali berada dalam sorotan. Proses hukum yang berlangsung kini bukan sekadar menyangkut dugaan pelanggaran teknis, tetapi juga menjadi ujian terhadap komitmen negara dan industri dalam memastikan tata kelola hutan yang berkelanjutan. *