POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR
Home Opini

Adab sebagai Pilar Kehormatan Publik: Belajar dari Kasus Gus Miftah

Jumat, 6 Desember 2024 | 22:41:00 WIB

Editor : Rea | Penulis : Adlis Pitrajaya

Adab sebagai Pilar Kehormatan Publik: Belajar dari Kasus Gus Miftah
Ilustrasi

KISAH Gus Miftah yang viral beberapa waktu terakhir membuka percakapan penting tentang nilai adab dalam kehidupan publik, khususnya bagi seorang tokoh yang dipercaya memikul tanggung jawab besar. Sebagai utusan khusus Presiden Prabowo, Gus Miftah diharapkan menjadi panutan, baik dalam sikap maupun ucapan. Namun, insiden ucapannya yang merendahkan seorang pedagang kecil justru menimbulkan pertanyaan tentang batasan moral dan etika seorang pemimpin.

Dalam tradisi Nusantara, adab adalah cerminan kehormatan. Ia meliputi tutur kata, tindakan, dan empati kepada sesama. Ketika seorang pemimpin atau figur publik kehilangan adab, kepercayaan masyarakat pun ikut tergerus. Dalam kasus ini, Gus Miftah dianggap melanggar adab karena ucapannya yang kasar, yang kemudian menyulut kemarahan publik dan merusak citranya sebagai ulama sekaligus utusan resmi pemerintah.

Presiden Prabowo Subianto sendiri, dalam banyak kesempatan, menekankan pentingnya mengangkat martabat masyarakat kecil. Oleh sebab itu, tindakan Gus Miftah bukan hanya melukai pedagang kecil, tetapi juga mencederai semangat dan arah kebijakan yang sedang diperjuangkan oleh pemerintah​

Baca :

.Sebagai pemimpin atau tokoh publik, ucapan adalah senjata sekaligus ujian. Kata-kata dapat membangun atau menghancurkan, menciptakan rasa hormat atau sebaliknya, menciptakan jarak dengan rakyat. Dalam posisi seperti Gus Miftah, setiap kata memiliki dampak luas, apalagi di era digital, di mana satu kesalahan kecil dapat membesar dalam hitungan menit.

Kejadian ini mengajarkan bahwa adab dan etika bukanlah atribut opsional, melainkan kewajiban mutlak. Seorang pemimpin harus mampu menahan diri, memilih kata yang bijak, dan memperlakukan siapa pun—termasuk yang paling sederhana dalam strata sosial—dengan penghormatan.

Tindakan Gus Miftah yang akhirnya meminta maaf dan mengundurkan diri menunjukkan bahwa kesadaran atas kesalahan adalah langkah awal menuju perbaikan. Namun, masyarakat dan pemerintah juga harus menjadikannya momentum untuk mengingatkan pentingnya integritas dan tanggung jawab moral bagi siapa pun yang diberi mandat.

Baca :

Insiden ini juga menjadi pelajaran bagi kita semua. Masyarakat harus tetap kritis tetapi tidak terjebak dalam kebencian yang berlarut. Kritik membangun lebih efektif untuk menjaga akuntabilitas daripada serangan personal. Pada saat yang sama, pemerintah perlu memperkuat mekanisme seleksi dan evaluasi bagi para pejabat dan utusan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.

Sebagai bangsa yang kaya dengan nilai-nilai luhur, kita harus menjadikan adab sebagai pijakan dalam setiap langkah. Hanya dengan cara ini, kita dapat mempertahankan kehormatan pribadi, institusi, dan bangsa di mata dunia. *


Pilihan Editor
Berita Lainnya
siak
Puluhan Truk dari Siak Bertolak untuk Korban Bencana Sumatera
Kamis, 11 Desember 2025 | 23:25:00 WIB
Pasar
Wajah
Dipercaya Gubri Jabat Kadis PMD Riau, Ini Harapan Mhd Firdaus
Dipercaya Gubri Jabat Kadis PMD Riau, Ini Harapan Mhd...
Jumat, 19 September 2025 | 23:14:21 WIB
Artikel Popular
politikus
Jazuli: Nilai Undang Undang Pemilu Perlu Revisi
Jazuli: Nilai Undang Undang Pemilu Perlu...
Jumat, 3 Januari 2025 | 16:30:00 WIB
Politik
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua Pihak
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua...
Rabu, 15 Oktober 2025 | 23:50:18 WIB
Riau dan Gagalnya Mimpi Wisata
Riau dan Gagalnya Mimpi Wisata
Senin, 5 Mei 2025 | 11:59:34 WIB
Tradisi Unik yang Penuh Makna dan Keseruan
Tradisi Unik yang Penuh Makna dan Keseruan
Minggu, 16 Maret 2025 | 10:04:32 WIB
Bali Destinasi Wisata Nomor Satu di Asia-Pasifik
Bali Destinasi Wisata Nomor Satu di Asia-Pasifik
Kamis, 13 Maret 2025 | 11:56:04 WIB