PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
BRUSSELS – Amerika Serikat (AS) secara resmi menarik diri dari dewan pendanaan dampak perubahan iklim PBB. Dana tersebut sebelumnya digunakan untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Keputusan ini merupakan salah satu langkah terbaru pemerintahan Presiden Donald Trump dalam mengurangi keterlibatan AS dalam upaya global mengatasi pemanasan bumi. Sebelumnya, Trump telah menarik AS dari berbagai inisiatif multilateral terkait lingkungan.
Sejak menjabat pada Januari lalu, Trump sudah mengeluarkan AS dari Perjanjian Paris, membatasi partisipasi ilmuwan federal dalam asesmen perubahan iklim, serta menghentikan keterlibatan AS dalam Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah program untuk membantu negara-negara berkembang beralih dari penggunaan batu bara.
Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP28) yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab, pada 2023, hampir 200 negara menyepakati pembentukan pendanaan "loss and damage." Kesepakatan ini menjadi tonggak bagi negara-negara berkembang yang telah lama mengajukan permintaan bantuan guna mengatasi meningkatnya bencana akibat perubahan iklim.
Mundurnya AS dari dewan pendanaan ini terungkap dalam sebuah surat yang diperoleh kantor berita Reuters pada Jumat (7/3/2025).
"Baik Anggota Dewan Amerika Serikat maupun Anggota Dewan Alternatif Amerika Serikat mengundurkan diri, tanpa ada penggantian dari pihak AS," tulis Rebecca Lawlor, perwakilan AS di dewan pendanaan iklim PBB, dalam surat yang dikirimkan kepada Ketua Dewan Jean-Christophe Donnellier.
Surat bertanggal 4 Maret tersebut menegaskan bahwa keputusan ini berlaku segera. Hingga saat ini, Departemen Keuangan AS belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar terkait langkah tersebut.
Pendanaan iklim ini dikelola oleh Bank Dunia, yang presidennya dipilih melalui nominasi dari AS. Namun, dalam suratnya, AS tidak menyinggung adanya perubahan dalam pengelolaan dana maupun kemungkinan penghentian kontribusi finansialnya.
Berdasarkan data PBB per 23 Januari, negara-negara maju telah berjanji mengalokasikan dana sebesar 741 juta dolar AS untuk pendanaan tersebut. Dari jumlah itu, AS sebelumnya menjanjikan kontribusi sebesar 17,5 juta dolar AS. Belum diketahui apakah komitmen ini tetap dipenuhi atau tidak.
Dana tersebut dijadwalkan mulai disalurkan tahun ini untuk mendukung proyek-proyek di negara-negara yang terdampak bencana iklim, seperti banjir dan kekeringan.
Harjeet Singh, aktivis dan direktur Yayasan Iklim Satat Sampada, menyatakan bahwa meskipun AS menarik diri dari pendanaan ini, negara tersebut tetap bertanggung jawab atas dampak perubahan iklim global.
"Sebagai negara dengan emisi terbesar dalam sejarah, AS memiliki tanggung jawab besar atas krisis iklim yang saat ini dihadapi oleh populasi rentan di seluruh dunia," tegas Singh. *