|
PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
| POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR | ||||
Dampak Krisis: Layanan Publik di Ujung Tanduk
Defisit keuangan ini tentu bukan sekadar angka. Dampaknya bisa sangat luas, terutama pada layanan publik. Proyek infrastruktur terancam mangkrak, program kesejahteraan rakyat tersendat, dan bahkan hak pegawai negeri sipil pun dipertanyakan.
Abdul Wahid mempertimbangkan pemangkasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi ASN, yang setiap bulannya menyedot Rp85 miliar dari kas daerah. Selain itu, anggaran perjalanan dinas, konsumsi rapat, serta sewa gedung untuk kegiatan seremonial akan dipotong demi menyelamatkan fiskal daerah.
"Kita harus rasional. Kalau situasi keuangan normal, tentu tidak masalah. Tapi kalau terus seperti ini, Riau bisa bangkrut. Saya tidak mau daerah ini gagal," tegas Wahid.
Namun, pemangkasan anggaran bukan solusi jangka panjang. Jika hanya mengandalkan pengurangan belanja tanpa strategi peningkatan pendapatan, kebijakan ini hanya akan menjadi tambal sulam yang tidak menyelesaikan akar masalah.
Solusi: Kreativitas atau Bantuan Pusat?
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menilai situasi yang dihadapi Riau bukanlah kasus tunggal. Beberapa daerah lain juga mengalami krisis keuangan akibat pengelolaan yang tidak efisien. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah pusat sudah cukup membantu melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).