POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR
Home Riau

Riau di Ujung Kebangkrutan: Gagal Kelola Anggaran atau Warisan Salah Urus?

Rabu, 19 Maret 2025 | 10:47:05 WIB
Editor : Rea | Penulis : Adlis Pitrajaya
Riau di Ujung Kebangkrutan: Gagal Kelola Anggaran atau Warisan Salah Urus?
Kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru

PEMERINTAH Provinsi Riau tengah menghadapi krisis keuangan yang mengkhawatirkan. Dengan defisit anggaran mencapai Rp1,5 triliun dan tunda bayar kegiatan lebih dari Rp2,2 triliun, kondisi ini menjadi alarm bagi tata kelola keuangan daerah. Gubernur Riau, Abdul Wahid, bahkan mengaku belum pernah melihat tunda bayar sebesar ini sepanjang sejarah provinsi tersebut.

Namun, pertanyaan mendasar yang muncul: apakah ini akibat dari buruknya pengelolaan keuangan saat ini, atau warisan salah urus dari masa lalu?

Dosa Lama dan Kebijakan Boros
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai setidaknya ada dua faktor utama yang menjadi biang kerok kebangkrutan Pemprov Riau: tata kelola yang buruk dan pola pengelolaan anggaran yang ugal-ugalan.

Baca :

"Tata kelolanya tidak transparan, tidak bisa dipertanggungjawabkan, tidak akuntabel, dan banyak perilaku koruptif di dalamnya. Ditambah lagi, pola penggunaan anggaran yang dulu sangat leluasa membuat Pemda kini harus menanggung konsekuensinya," ungkap Trubus.

Warisan kebijakan boros dari pemerintahan sebelumnya menjadi beban berat yang harus ditanggung saat ini. Banyak program dan proyek yang berjalan tanpa perencanaan matang, mengandalkan utang atau skema pembiayaan yang tidak sehat. Kini, ketika pemerintah pusat mulai menerapkan efisiensi anggaran, Pemprov Riau tidak lagi memiliki ruang gerak untuk berbuat banyak.

Dampak Krisis: Layanan Publik di Ujung Tanduk
Defisit keuangan ini tentu bukan sekadar angka. Dampaknya bisa sangat luas, terutama pada layanan publik. Proyek infrastruktur terancam mangkrak, program kesejahteraan rakyat tersendat, dan bahkan hak pegawai negeri sipil pun dipertanyakan.

Abdul Wahid mempertimbangkan pemangkasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi ASN, yang setiap bulannya menyedot Rp85 miliar dari kas daerah. Selain itu, anggaran perjalanan dinas, konsumsi rapat, serta sewa gedung untuk kegiatan seremonial akan dipotong demi menyelamatkan fiskal daerah.

"Kita harus rasional. Kalau situasi keuangan normal, tentu tidak masalah. Tapi kalau terus seperti ini, Riau bisa bangkrut. Saya tidak mau daerah ini gagal," tegas Wahid.

Namun, pemangkasan anggaran bukan solusi jangka panjang. Jika hanya mengandalkan pengurangan belanja tanpa strategi peningkatan pendapatan, kebijakan ini hanya akan menjadi tambal sulam yang tidak menyelesaikan akar masalah.

Solusi: Kreativitas atau Bantuan Pusat?
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menilai situasi yang dihadapi Riau bukanlah kasus tunggal. Beberapa daerah lain juga mengalami krisis keuangan akibat pengelolaan yang tidak efisien. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah pusat sudah cukup membantu melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

"Kalau terus berharap pada pemerintah pusat, itu tidak realistis. Pemda harus kreatif mencari sumber penghasilan," ujarnya.

Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Trubus Rahadiansyah yang menyebutkan bahwa kepala daerah harus memiliki kreativitas dalam mencari sumber pendanaan baru. Salah satu opsi yang bisa diambil adalah kemitraan dengan sektor swasta atau skema public-private partnership (PPP). Dengan mengoptimalkan potensi daerah seperti perkebunan sawit dan industri migas, Riau sebenarnya memiliki peluang besar untuk keluar dari krisis.

Namun, langkah ini tidak akan efektif tanpa reformasi tata kelola keuangan. Jika pola lama terus dipertahankan—dengan pengelolaan yang tidak transparan dan rawan penyimpangan—maka solusi apa pun hanya akan menjadi sia-sia.

Bukan Sekadar Masalah Keuangan, tapi Krisis Kepemimpinan
Lebih dari sekadar defisit anggaran, krisis ini mencerminkan lemahnya kepemimpinan dalam mengelola keuangan daerah. Seorang pemimpin daerah tidak hanya bertugas mengalokasikan anggaran, tetapi juga memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memiliki manfaat bagi masyarakat.

Jika tidak segera dilakukan pembenahan, bukan tidak mungkin Pemprov Riau akan masuk dalam daftar daerah gagal (failed province), di mana roda pemerintahan hanya berjalan dengan ketergantungan penuh pada pusat. Ini tentu menjadi ironi bagi Riau, yang dikenal sebagai salah satu provinsi kaya di Indonesia.

Kini, bola ada di tangan pemerintah daerah. Apakah mereka akan terus terjebak dalam pola salah urus, atau mulai berbenah dan mencari solusi nyata? Yang jelas, masyarakat Riau tidak bisa lagi menunggu terlalu lama. *


Pilihan Editor
Berita Lainnya
Pasar
Wajah
Dipercaya Gubri Jabat Kadis PMD Riau, Ini Harapan Mhd Firdaus
Dipercaya Gubri Jabat Kadis PMD Riau, Ini Harapan Mhd...
Jumat, 19 September 2025 | 23:14:21 WIB
Artikel Popular
1
4
politikus
Jazuli: Nilai Undang Undang Pemilu Perlu Revisi
Jazuli: Nilai Undang Undang Pemilu Perlu...
Jumat, 3 Januari 2025 | 16:30:00 WIB
Politik
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua Pihak
Bawaslu Kampar Berharap Lahir Kerjasama Kedua...
Rabu, 15 Oktober 2025 | 23:50:18 WIB
Riau dan Gagalnya Mimpi Wisata
Riau dan Gagalnya Mimpi Wisata
Senin, 5 Mei 2025 | 11:59:34 WIB
Tradisi Unik yang Penuh Makna dan Keseruan
Tradisi Unik yang Penuh Makna dan Keseruan
Minggu, 16 Maret 2025 | 10:04:32 WIB
Bali Destinasi Wisata Nomor Satu di Asia-Pasifik
Bali Destinasi Wisata Nomor Satu di Asia-Pasifik
Kamis, 13 Maret 2025 | 11:56:04 WIB