PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (20/3) siang.
"Sekarang saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi dan anggota, apakah Rancangan Undang-Undang TNI bisa disetujui menjadi undang-undang?" ujar Ketua DPR Puan Maharani yang memimpin jalannya sidang.
"Setuju!" seru ratusan anggota dewan yang hadir dalam paripurna tersebut.
Rapat paripurna ini dihadiri oleh 293 anggota DPR, termasuk para pimpinan DPR, yakni Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.
Pengesahan revisi UU TNI merupakan hasil pembahasan di tingkat I yang telah disepakati dalam rapat kerja Komisi I DPR bersama pemerintah pada Selasa (18/3). Seluruh delapan fraksi partai politik di DPR menyetujui revisi ini meskipun mendapat banyak kritik dari publik.
Kritik utama datang dari kalangan masyarakat sipil yang menyoroti perluasan instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Pasal dalam revisi UU TNI yang menambah jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh TNI aktif dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer.
Sejumlah koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks parlemen bersamaan dengan rapat paripurna. Mereka mendesak DPR untuk membatalkan pengesahan revisi UU TNI karena dianggap mengancam demokrasi dan supremasi sipil.
RUU TNI yang disahkan hari ini mengandung sejumlah perubahan signifikan, dengan tiga pasal yang menjadi sorotan utama:
Pasal 7 – Menambah tugas dan fungsi TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), yang dinilai memperluas cakupan peran TNI di luar pertahanan negara.
Pasal 47 – Memperluas jumlah instansi pemerintah yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dari sebelumnya 10 instansi menjadi 14 instansi.
Pasal 53 – Mengatur perpanjangan usia pensiun prajurit TNI, yang kini dibagi dalam tiga klaster: tamtama dan bintara, perwira menengah, serta perwira tinggi.
Meskipun telah disahkan, polemik seputar revisi UU TNI diperkirakan masih akan berlanjut, terutama terkait kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi militer dalam pemerintahan sipil. *