PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
Namun Aboussad tidak sendirian. Di acara yang berbeda, seorang insinyur lain bernama Vaniya Agrawal juga menyuarakan penolakan terhadap proyek pertahanan Microsoft. Ia memang sudah berniat mengundurkan diri. Tapi sebelum sempat menyerahkan surat resign, perusahaan mendahuluinya dengan surat pemecatan.
Dalam pernyataan terakhirnya sebagai karyawan, Agrawal berkata, “Microsoft telah berubah menjadi produsen senjata digital. Perusahaan ini mendukung pengawasan, apartheid, dan genosida. Dan dengan tetap bekerja di sini, kita semua ikut terlibat.”
Dua pemecatan ini membuka luka yang lebih dalam. Selama ini, keterlibatan Microsoft dalam konflik Israel-Palestina disembunyikan di balik bahasa teknologi. Tapi kini, laporan demi laporan mengungkap fakta mencengangkan.
Microsoft, melalui platform Azure, telah menyediakan layanan senilai puluhan juta dolar untuk militer Israel. Komputasi awan, penyimpanan data, hingga kecerdasan buatan canggih—semuanya disuplai oleh Microsoft untuk keperluan perang.
Layanan seperti penerjemahan otomatis, analisis dokumen, dan sistem suara ke teks kini menjadi alat bantu bagi operasi militer. Bahkan, model GPT-4 yang dikembangkan OpenAI disebut telah digunakan militer Israel untuk menyisir data intelijen dan menetapkan target serangan.