|
PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
| POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR | ||||
Tak banyak yang mengenal wajahnya, namun hampir semua aktor politik di Indonesia tahu siapa Hasan Nasbi. Ia jarang muncul di hadapan kamera, lebih sering berada di balik layar, mengamati, menganalisis, dan merancang strategi. Di kalangan dalam, Hasan dikenal sebagai konsultan politik yang tenang, cermat, dan jarang keliru membaca arah angin kekuasaan.
Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 11 Oktober 1979, Hasan tumbuh dalam lingkungan Minangkabau yang kental dengan nilai intelektual dan semangat perlawanan. Ibunya adalah adik kandung dari almarhum Ahmad Syafi’i Maarif, cendekiawan dan tokoh Muhammadiyah. Warisan pemikiran dari sang paman, ditambah dengan semangat kritis khas anak daerah, membentuk cara pandang Hasan sejak muda.
"Sejak kecil, saya diajarkan untuk tidak takut berbicara dengan kebenaran. Itu yang selalu dibimbingkan oleh keluarga," kata Hasan dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu, mengungkapkan pengaruh besar keluarganya dalam perjalanan hidupnya.
Ia mengenyam pendidikan dasar di Agam dan melanjutkan ke SMA Negeri 2 Bukittinggi, sebelum merantau ke Jakarta. Di Universitas Indonesia, ia masuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan lulus pada 2004 dengan gelar Sarjana Ilmu Politik. Selama kuliah, ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan sempat memimpin organisasi itu di tingkat kampus.
Minatnya terhadap tokoh-tokoh pemikir kiri, terutama Tan Malaka, membawanya ke ranah riset sejarah. Tahun 2002, Hasan mendirikan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Tan Malaka—inisiatif kecil yang menggambarkan ketertarikannya pada ide-ide revolusioner. Ia bahkan pernah bekerja sebagai sekretaris pribadi Harry A. Poeze, sejarawan asal Belanda yang meneliti Tan Malaka secara mendalam. Dari situlah reputasinya di kalangan akademik mulai terbentuk.
Setelah lulus, ia sempat menjajal dunia jurnalistik dan bergabung dengan harian Kompas. Namun gairahnya lebih besar di dunia riset politik. Tahun 2006, ia mendirikan Cyrus Network, lembaga survei yang kemudian memainkan peran penting dalam peta politik nasional. Dari kantor kecil itu, berbagai peta elektoral disusun, membantu tokoh-tokoh politik memetakan peluang dan mengambil keputusan.
Nama Hasan mulai dikenal luas saat mendampingi Joko Widodo, yang kala itu masih menjabat Wali Kota Surakarta, untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Ia adalah salah satu pihak yang mendorong Jokowi agar bersedia mencalonkan diri, dengan menyodorkan data yang menunjukkan peluang kemenangan cukup terbuka. Di pilkada itu, Hasan dipercaya sebagai Koordinator Relawan. Peran strategisnya tak terlihat oleh publik, tapi sangat dirasakan oleh orang-orang di dalam tim.
"Tantangan terbesar dalam politik adalah memetakan peluang, terutama dalam hal yang melibatkan opini publik. Saya percaya, data yang valid bisa membuat keputusan yang lebih rasional," ujar Hasan, mengenang masa-masa awal perjalanan karir politik Jokowi.
Sejak saat itu, Hasan kerap berada di belakang berbagai manuver politik yang berkaitan dengan lingkaran kekuasaan. Ia juga terlibat dalam gerakan relawan Teman Ahok, bahkan disebut-sebut sebagai penyumbang dana terbesar bagi komunitas itu. Beberapa komentarnya juga pernah memicu perdebatan, seperti saat ia secara terbuka meragukan pencalonan Anies Baswedan sebagai presiden. Bagi sebagian pihak, pernyataannya dianggap terlalu berani. Tapi bagi Hasan, itu bagian dari kalkulasi politik.
Agustus 2024, Hasan mencapai posisi strategis dalam struktur negara. Ia diangkat sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan oleh Presiden Joko Widodo. Posisi itu tetap diembannya ketika pemerintahan berganti ke tangan Prabowo Subianto. Namun masa jabatannya tak panjang. Pada April 2025, ia mengundurkan diri. Dalam pernyataan tertulisnya, ia hanya menyebut alasan normatif: ada hal-hal di luar kapasitas yang bisa ia tangani. Tidak ada polemik, tidak pula konferensi pers. Hasan mundur seperti cara ia bekerja—senyap dan tak banyak bicara.
“Dalam setiap keputusan besar, saya selalu berpegang pada prinsip. Jika ada hal yang lebih baik untuk dilakukan di luar struktur yang ada, saya tidak segan untuk mundur. Bukan karena ketidakmampuan, tetapi lebih kepada memilih jalan yang lebih tepat,” tambah Hasan dalam wawancara eksklusif setelah pengunduran dirinya.
Meski kini berada di luar lingkaran kekuasaan, Hasan tetap menjadi nama yang diperhitungkan. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), total kekayaannya mencapai lebih dari Rp41 miliar. Ia memiliki sejumlah aset tetap, kendaraan mewah, dan simpanan tunai. Namun gaya hidupnya tergolong sederhana. Ia lebih sering menggunakan batik polos dan celana bahan, nyaris tak pernah tampil mencolok di publik.
Hasan Nasbi bukan politisi, bukan pula tokoh publik yang rajin diwawancara. Tapi jejaknya tersebar di banyak peristiwa penting dalam politik Indonesia satu dekade terakhir. Ia bukan figur panggung, namun suaranya kerap terdengar, melalui keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka yang berdiri di depan mikrofon.*