PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
Lebih lanjut, Edi menyampaikan bahwa luas hutan tanaman industri (HTI) di Riau yang ditanami akasia mencapai 1,58 juta hektare. Jika dibandingkan dengan nilai PSDH yang diterima, maka pendapatan per hektare hanya sekitar Rp135 per tahun. “Ini tidak masuk akal. Sangat kecil jika dibandingkan dengan dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan,” ucapnya.
Edi juga menjelaskan bahwa dari total luas hutan produksi di Riau sekitar 4,5 juta hektare, sekitar 1,58 juta hektare telah menjadi konsesi HTI. “Artinya, sekitar 35 persen hutan produksi sudah berubah fungsi menjadi kebun akasia,” ungkapnya.
Saat ini, terdapat 52 perusahaan pemegang izin HTI di Riau. PT RAPP menguasai konsesi terbesar seluas 338.536 hektare, disusul PT Arara Abadi 296.262 hektare, dan PT Sumatera Riang Lestari 148.075 hektare. “Sebagian besar perusahaan lainnya berafiliasi dan memasok ke PT IKPP dan PT RAPP,” kata Edi.
Menurutnya, pembukaan HTI dalam skala besar juga membawa sederet masalah, mulai dari kerusakan lingkungan, konflik dengan satwa liar seperti gajah, rusaknya ekosistem gambut, hingga konflik sosial dengan masyarakat adat dan petani lokal. “Dampaknya besar, tapi pemasukan daerah justru minim. Ini tidak seimbang,” tambahnya.
DPRD Riau, kata Edi, berencana memanggil seluruh pihak terkait untuk menelusuri dugaan raibnya potensi ratusan miliar rupiah dari sektor PSDH. “Di tengah krisis keuangan daerah akibat defisit dan tunda bayar, seharusnya potensi ini bisa menjadi penyokong utama pembangunan,” ujarnya.