PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
GAZA - Militer Israel kembali menggempur infrastruktur sipil di Gaza. Kali ini, serangan diarahkan ke pusat layanan cuci darah Noura al-Kaabi yang terletak di Gaza utara, Ahad (1/6/2025). Fasilitas tersebut merupakan bagian dari jaringan pelayanan kesehatan Rumah Sakit Indonesia, yang sejak beberapa pekan terakhir berada dalam kepungan pasukan Israel.
Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan bahwa penghancuran pusat dialisis ini membahayakan nyawa pasien gagal ginjal yang bergantung penuh pada pengobatan rutin. Lembaga itu mencatat, sejak agresi militer dimulai pada 7 Oktober 2023, sebanyak 41 persen pasien ginjal meninggal dunia akibat terputusnya akses terhadap layanan medis.
“Ini adalah bencana kemanusiaan yang terus berlangsung. Kehidupan pasien bergantung pada fasilitas yang kini dihancurkan,” tegas pernyataan resmi Kementerian Kesehatan Gaza.
Serangan terhadap fasilitas kesehatan disebut sebagai bagian dari strategi sistematis Israel untuk mengosongkan wilayah utara Gaza dari pusat-pusat medis dan perawatan khusus. Tuduhan tersebut disampaikan melalui media Al Mayadeen, yang mengutip sumber dari kementerian.
240 Rumah Warga Rata dengan Tanah
Sementara itu, Direktur Kantor Media Pemerintah di Gaza, Ismail al-Thawabta, mengungkapkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, lebih dari 240 unit rumah dihancurkan oleh militer Israel di berbagai wilayah Gaza. Kepada kantor berita Anadolu, ia menegaskan bahwa rumah-rumah tersebut dihuni oleh warga sipil dan tidak mengandung target militer seperti yang sering diklaim Tel Aviv.
“Pesan mereka jelas: menyerah atau dimusnahkan. Tapi rakyat kami sudah terbiasa bertahan, mereka tidak akan tunduk pada ancaman rudal dan buldoser,” ujar al-Thawabta.
Ia juga mendesak masyarakat internasional untuk tidak tinggal diam terhadap pembantaian yang terus terjadi di Gaza.
Korban Terus Bertambah
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa hingga Ahad malam, jumlah korban tewas akibat agresi Israel telah mencapai 54.418 jiwa, sementara 124.190 lainnya mengalami luka-luka. Mayoritas korban adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.
Serangan ke fasilitas kesehatan dan perumahan penduduk memicu gelombang kecaman dari berbagai organisasi kemanusiaan internasional. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda akan adanya penghentian serangan.