PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
GAZA – Seorang pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk keras agresi militer Israel di Gaza, yang ia sebut sebagai "perang tanpa batas" akibat serangan terhadap para pekerja kemanusiaan.
Jonathan Whittall, pejabat senior urusan kemanusiaan di Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) untuk wilayah Palestina, menyoroti ditemukannya kuburan massal yang berisi jasad 15 pekerja kemanusiaan yang diduga dibunuh oleh tentara Israel.
"Mereka dibunuh saat berusaha menyelamatkan nyawa," ungkap Whittall dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/4/2025).
Ia menegaskan bahwa insiden ini mencerminkan kondisi mengerikan yang terjadi di Gaza.
"Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga serangan terhadap nilai kemanusiaan. Perang ini telah kehilangan batas," tegasnya, dikutip dari Palestine Chronicle, Kamis (3/4/2025).
Whittall juga mengungkapkan bahwa 64 persen wilayah Gaza berada di bawah perintah pemindahan paksa atau termasuk dalam zona penyangga yang ditetapkan Israel. Ia menegaskan bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza, bahkan gudang bantuan kemanusiaan pun menjadi sasaran serangan.
Menyanggah klaim Israel bahwa pasokan pangan mencukupi, Whittall menyebut bantuan yang masuk ke Gaza hanya dalam jumlah minimal dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.
"Krisis ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan bantuan kemanusiaan. Dibutuhkan tindakan politik dan akuntabilitas nyata," tandasnya.
Pada Selasa (1/4/2025), Israel kembali melancarkan serangan brutal dengan mengebom sebuah klinik milik UNRWA yang menjadi tempat perlindungan ratusan pengungsi di kamp Jabaliya, Gaza.
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Munir Al-Bursh, mengonfirmasi bahwa sedikitnya 19 warga Palestina tewas, termasuk sembilan anak-anak.
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, mengecam serangan itu sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
"Bahkan reruntuhan pun menjadi target serangan," tulisnya di platform X, mengungkapkan bahwa fasilitas tersebut menampung lebih dari 700 orang saat serangan terjadi.
Di antara korban tewas, terdapat seorang bayi berusia dua minggu. Lazzarini menyerukan penyelidikan independen untuk mengungkap kejahatan perang ini.
Serangan terbaru Israel, yang dimulai sejak 18 Maret 2025, telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang sebelumnya disepakati pada 19 Januari 2025. Agresi ini telah menewaskan ratusan warga Palestina dan melukai lebih banyak lagi, terutama perempuan dan anak-anak.
Meski dikecam oleh banyak negara dan organisasi hak asasi manusia, Amerika Serikat tetap memberikan dukungan kepada Israel. Washington menyatakan bahwa operasi militer ini dilakukan dengan sepengetahuan mereka.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 50.000 warga Palestina telah terbunuh akibat agresi Israel, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Gaza kini berada dalam kehancuran total.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas serangkaian tindakan brutalnya di wilayah tersebut.
Di tengah kehancuran, Whittall menegaskan bahwa harapan tetap hidup di Gaza.
"Harapan adalah hal terakhir yang mati di Gaza," pungkasnya. *