PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PEKANBARU - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan hasil Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pilkada Siak yang diajukan oleh Calon Wakil Bupati nomor urut 01, Sugianto, dalam sidang putusan yang digelar Senin (5/5/2025).
Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo bersama delapan hakim konstitusi lainnya menyatakan bahwa permohonan Sugianto tidak dapat diterima. MK juga mengabulkan eksepsi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Siak dan pihak terkait, menyangkut legal standing pemohon.
Dengan demikian, proses hukum yang sempat berlarut usai PSU Pilkada Siak resmi berakhir. Kabupaten Siak yang selama ini belum memiliki kepala daerah definitif akhirnya menyusul kabupaten/kota lain di Provinsi Riau.
Pasangan calon nomor urut 02, Dr. Afni Z dan Syamsurizal, yang unggul dalam Pilkada serentak, sebelumnya tertahan pelantikannya karena gugatan dari pasangan Alfedri–Husni. Gugatan tersebut dikabulkan MK dan memaksa dilakukannya PSU.
Dalam pemungutan suara ulang, Afni–Syamsurizal kembali menang. Namun, Sugianto—tanpa diketahui oleh pasangannya, Irving Kahar—mengajukan gugatan baru ke MK. Langkah itu justru menjadi bumerang, karena permohonan dinilai tidak memenuhi syarat formil.
Putusan MK yang menolak gugatan tersebut sekaligus memastikan bahwa Afni dan Syamsurizal adalah pasangan terpilih yang sah, sesuai hasil suara rakyat.
Ketua KPU Siak, Said Darma Setiawan, mengajak seluruh masyarakat untuk menghormati putusan MK dan bersama-sama menjaga situasi agar tetap aman dan kondusif.
"Kami mengapresiasi partisipasi masyarakat Kabupaten Siak dan Provinsi Riau yang telah mengawal proses Pilkada ini hingga tuntas," kata Said saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Terkait jadwal pleno penetapan pasangan terpilih, Said menjelaskan bahwa KPU Siak masih menunggu salinan resmi putusan MK dan petunjuk teknis dari KPU RI.
“Kami akan menjadwalkan pleno setelah menerima dokumen resmi dari MK serta juknis dari pusat,” ujarnya.
Mantan Ketua KPU Provinsi Riau 2019–2024, Ilham Muhammad Yasir, menilai putusan MK sudah tepat. Menurutnya, gugatan yang diajukan hanya oleh calon wakil bupati tanpa melibatkan calon bupati bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
“Permohonan seperti itu cacat formil. Selain itu, selisih suara antara pasangan yang bersengketa mencapai lebih dari 44 ribu suara, atau sekitar 1,5 persen. Itu jauh melewati ambang batas perselisihan yang bisa dibawa ke MK,” ujar Ilham yang kini aktif di Yayasan Peduli Literasi Demokrasi Riau (YPLDR).
Ilham menambahkan, karena gugatan ditolak melalui putusan dismissal, maka MK tidak lagi mempertimbangkan dalil lain seperti isu dua periode kepemimpinan Alfedri.
Kasus serupa, lanjut Ilham, pernah terjadi dalam sengketa Pilkada Banjarbaru dan Maluku Barat Daya, di mana MK juga menolak permohonan karena diajukan secara tidak sah. *