PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
Willy mengingatkan, para pendiri bangsa tentu tidak menginginkan anak cucunya saling berhadap-hadapan hanya karena persoalan komersialisasi hak pribadi.
“Lihat saja Undang-Undang Pokok Agraria 1960, yang mengatur fungsi sosial dan kepentingan umum tanah, sekaligus fungsi kapital perorangan. Itu contoh baik,” ujarnya.
Menurutnya, hak cipta memang harus dihormati, namun tidak semua hal harus dikomersialkan, terutama dalam kegiatan sosial.
“Saya setuju hak cipta harus ditempatkan pada posisi yang tinggi, tapi jangan semua aspek kehidupan diubah menjadi nilai komersial. Kita hidup juga dalam lingkungan sosial,” tegasnya.
Willy pun mendorong adanya pengaturan yang jelas dan tegas soal royalti. Saat ini, revisi UU Hak Cipta tengah menjadi pembahasan di Komisi X DPR.
“Pancasila mengajarkan perlindungan hak pribadi dalam hubungan sosialnya. Kita tidak ingin liberalisasi yang menjadikan semua orang saling berebut atau mengeksploitasi satu sama lain,” ucapnya.
Polemik royalti musik semakin memanas dalam beberapa waktu terakhir. LMKN bahkan pernah menggugat jaringan restoran Mi Gacoan dan berujung pada pembayaran royalti sebesar Rp2,2 miliar.
Kasus ini membuat restoran kecil, kafe, dan pelaku UMKM ikut khawatir, apalagi mereka disebut tetap harus membayar royalti meski hanya memutar suara alam seperti kicauan burung. Kekhawatiran bertambah setelah banyak pemilik usaha mengaku menerima ‘surat cinta’ dari LMKN terkait kewajiban pembayaran royalti. *