PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
ISU reformasi Polri kembali mencuat. Kali ini bukan semata wacana, melainkan lahirnya dua gagasan yang hampir bersamaan: Tim Transformasi Reformasi Polri yang diumumkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Komite Reformasi Kepolisian yang dipersiapkan Presiden Prabowo Subianto.
Menariknya, tim versi Kapolri diumumkan lebih dulu. Bahkan saat Presiden masih berada di luar negeri, Kapolri sudah memperkenalkan tim berisi 52 perwira tinggi. Secara formal tentu bisa dibaca sebagai langkah cepat. Namun di ruang publik, tafsir lain muncul: apakah ini komitmen institusional atau sekadar jurus politik internal untuk mengamankan ruang pengaruh?
Reformasi yang Eksklusif?
Susunan tim Polri memang mengundang komentar. Isinya homogen, semua perwira. Kritik pun datang dari kalangan masyarakat sipil. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia sekaligus Ketua Dewan Pengurus PVRI, mengingatkan bahwa reformasi tanpa partisipasi publik rawan kehilangan legitimasi.
“Jika tim reformasi Polri hanya berisi perwira kepolisian, maka agenda ini sulit diharapkan memberi makna bagi publik. Reformasi membutuhkan keterlibatan masyarakat sipil,” ujarnya.