PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
Dalam forum tersebut, warga menyampaikan tujuh tuntutan, di antaranya: membatalkan proyek Rempang Eco City, menghentikan kekerasan dan kriminalisasi, mengusir PT MEG dari Rempang, serta mengakui hak atas tanah masyarakat adat.
Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menyatakan proyek ini sejak awal tidak melibatkan warga. Pengacara Edy K Wahid menegaskan, "Tak ada pengakuan terhadap hak masyarakat, bagaimana bisa bicara musyawarah?"
Senada, Ahmad Fauzi menyoroti keberadaan Keppres No. 41 Tahun 1973 yang memberi BP Batam kendali atas tanah di Pulau Batam. "Karena aturan itu, masyarakat dianggap tak pernah ada," katanya.
WALHI Riau juga menilai proyek ini belum menunjukkan kajian lingkungan yang memadai. "Pulau kecil seperti Rempang tidak boleh dibebani proyek yang berpotensi merusak daya dukung lingkungan," kata Eko Yunanda. Ia mengingatkan bahwa pembangunan PLTS dan pabrik kaca bisa mengancam ekosistem laut dan ketahanan pangan lokal.
Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, menyambut baik penghapusan status PSN proyek Rempang melalui Perpres No. 12 Tahun 2025. Ia mendesak audit BP Batam dan penyelidikan atas dugaan korupsi. "Tidak ada satu agama pun yang membenarkan perampasan tanah warga," tegasnya.