PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PEKANBARU - Pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang heran terhadap pihak-pihak yang memprotes langkah Indonesia dalam mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber daya alam (SDA)-nya, termasuk membabat hutan demi pembangunan nasional, dinilai bisa membahayakan kelestarian alam dan lingkungan serta mengancam perekonomian masyarakat.
"(Pernyataan Menteri Bahlil) itu bukan hanya berbahaya bagi lingkungan, tapi juga berbahaya bagi warga dan kelangsungan hidup dan perekonomian masyarakat," kata akademisi lingkungan hidup dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau, Dr M Rawa El Amady ketika dihubungi, Jumat (27/6/2025) pagi.
Saat berpidato dalam forum Jakarta Geopolitical Forum IX dengan tema Geoeconomic Fragmentation and Energy Security, Selasa (24/6/2025) kemarin, Menteri Bahlil menyatakan keheranannya atas sikap negara-negara maju, mengapa ketika negara-negara berkembang seperti Indonesia baru memulai pemanfaatan SDA secara intensif, justru mendapat tekanan dari luar.
"Saat negara berkembang mulai berpikir untuk memberi nilai tambah dari SDA demi kesejahteraan rakyat, kenapa malah ada yang terganggu? Ada apa di balik ini," kata Bahlil ketika itu.
Bahlil mengatakan, negara-negara maju yang kini banyak melayangkan kritik, dulu juga melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alamnya demi kemajuan ekonomi. Ia mencontohkan masa 1940-an hingga 1960-an, di mana negara-negara maju memiliki utang besar serta kekayaan tambang dan hutan yang dimanfaatkan secara masif. Negara-negara maju juga membabat hutan dan mengambil tambang tanpa banyak protes dari komunitas global.
"Mereka ambil sumber daya alam, hutannya dibabat, tambangnya diambil, mungkin lingkungannya saat itu tidak lebih baik dari kita sekarang. Sebagian negara lain di era 40-an sampai 60-an, mereka punya utang, punya tambang. Semuanya mereka keruk. Negara mereka belum maju waktu itu," kata Bahlil.
Menurut Rawa, klaim Menteri Bahlil bahwa banyak negara-negara barat memprotes kegiatan eksplorasi sumber daya alam di Indonesia tidak punya argumen yang kuat.
"Yang mereka protes itu bukan masalah eksplorasinya, tapi prosesnya yang tidak ramah lingkungan. Eksplorasi tambang di Raja Empat misalnya, itu jelas-jelas merusak lingkungan wisata yang sudah sangat dikenal dunia. Bayangkan, di Raja Empat, berapa banyak sumber ekonomi masyarakatnya yang terganggu karena rusaknya kawasan wisata, rusaknya lingkungan karena hutan dibabat dan seterusnya," tandas Rawa.
Rawa sendiri menilai Menteri Bahlil tidak mengerti dan sangat tidak paham bahwa gerakan pembangunan berkelanjutan merupakan gerakan dunia, bukan negara barat dan maju saja. Kritikan terhadap eksploitasi sumber daya alam Indonesia ini, kata Rawa, diiinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membidangi tentang hak azazi manusia dan NGO atas dasar hak-hak masyarakat lokal.
"Gerakan iklim ini juga dimotori oleh lembaga di bawah PBB atas krisis iklim dan kerusakan ozon. Gerakan ini didukung sepenuhnya oleh negara barat, NGO dan negara ketiga, termasuk perdagangan global. Jadi sebaiknya Bahlil harus paham hal ini," tandas Rawa. *